Cilacap, wartaindonesianews.co.id- Proyek swakelola pemasangan bronjong oleh OP SDA2 BBWS Citanduy di Sungai belakang SMP Ahmad Yani, Desa Tayem Timur, Kecamatan Karangpucung, Kabupaten Cilacap, kini menjadi sorotan tajam.
Pasalnya, proyek ini diduga minim transparansi informasi, memicu keprihatinan dari berbagai kalangan kontrol sosial dan masyarakat umum.
Informasi Tertutup, Pekerja Bungkam
Beberapa jurnalis yang mencoba mencari informasi di lokasi pekerjaan justru menemui jalan buntu. Para pekerja yang berada di lapangan terlihat ketakutan dan menolak memberikan keterangan mengenai siapa rekanan (penyedia jasa) yang bertanggung jawab atas proyek tersebut.
Akses Jalan Sekolah Rusak Parah Bak Kubangan ironisnya, temuan di lapangan menunjukkan kondisi jalan akses menuju SMP Ahmad Yani, yang digunakan sebagai jalur pengangkutan batu untuk proyek bronjong, mengalami kerusakan parah dan menyerupai kubangan. Kondisi ini tentu saja menyulitkan bahkan mustahil untuk dilewati oleh para siswa yang hendak menuju sekolah.
Tuntutan Tegas dari Tokoh Ormas:
Perbaiki Jalan atau Jangan Dibayar!
Keprihatinan mendalam juga datang dari tokoh ormas di Kecamatan Karangpucung, Bung Buyung. Beliau secara tegas menyampaikan kekecewaannya atas rusaknya jalan akses siswa menuju sekolah.
"Bila rekanan penyedia jasa yang ditunjuk BBWS ini, setelah rampungnya pekerjaan, tidak memperbaiki jalan yang rusak ini, saya dengan tegas menyampaikan ke pihak BBWS selaku PPK, jangan dibayar pekerjaan ini dan juga, jangan diberi lagi pekerjaan swakelola, karena mereka mengabaikan tanggung jawabnya selaku penyedia jasa," tegas Bung Buyung.
Potensi Pelanggaran Aturan dan Kontrak Kerusakan jalan akibat aktivitas proyek ini berpotensi melanggar beberapa aturan dan ketentuan yang umumnya termuat dalam kontrak pekerjaan konstruksi maupun peraturan perundang-undangan terkait tanggung jawab pelaksana proyek.
Beberapa di antaranya meliputi:
Pasal-pasal yang relevan mungkin terkait dengan standar kualitas pekerjaan, perlindungan keselamatan publik, dan pemeliharaan lingkungan kerja serta dampak terhadap infrastruktur sekitar.
Meskipun tidak secara eksplisit menyebut "kerusakan jalan", prinsip-prinsip umum tentang pelaksanaan konstruksi yang bertanggung jawab dan tidak merugikan pihak lain sangat relevan.
Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah: Dokumen ini mengatur tata cara pengadaan barang/jasa pemerintah.
Kontrak yang dibuat berdasarkan Perpres ini umumnya mencakup kewajiban penyedia jasa untuk menjaga kondisi lingkungan sekitar proyek dan melakukan perbaikan atas kerusakan yang ditimbulkan akibat pelaksanaan pekerjaan.
Dokumen Kontrak Pekerjaan (Surat Perjanjian Kerja/SPK): Ini adalah dokumen paling krusial. Hampir semua kontrak pekerjaan konstruksi pemerintah mencantumkan klausul mengenai
Tanggung jawab penyedia jasa atas kerusakan yang ditimbulkan akibat mobilisasi peralatan atau material.
Kewajiban untuk mengembalikan kondisi lingkungan atau infrastruktur yang rusak ke kondisi semula atau yang lebih baik.
Sanksi atau denda jika penyedia jasa tidak memenuhi kewajiban tersebut.
Ketentuan tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) serta Lingkungan (K3L) yang seringkali mencakup dampak operasional terhadap area sekitar.
Dengan demikian, jika penyedia jasa tidak memperbaiki jalan yang rusak, mereka dapat dianggap melanggar kewajiban kontrak dan berpotensi dikenakan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku, termasuk pemotongan pembayaran atau bahkan daftar hitam (blacklisting) untuk proyek-proyek pemerintah di masa mendatang.
(Tim Investigasi media)