PANGANDARAN-Wartaindonesianews. Direktur Eksekutif Sarasa Institute sekaligus penggiat Forum Komunikasi Masyarakat Pangandaran (Fokus Mapan), Tedi Yusnanda N, menegaskan bahwa Inspektorat harus segera bertindak, bukan hanya menampung aspirasi dalam persoalan dugaan Korupsi pengelolaan tiket wisata di Pangandaran. (Jum'at, 29/08/2025).
Tedi menyebutkan, berdasarkan Permendagri No. 23 Tahun 2020, Inspektorat memiliki mandat yang jelas sebagai Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP). Aturan itu memberi kewenangan bagi Inspektorat untuk melakukan reviu, audit, evaluasi, hingga pemantauan terhadap jalannya pemerintahan.
“Inspektorat tidak boleh pasif. Ketika ada indikasi penyalahgunaan anggaran, mereka harus langsung menginisiasi audit investigatif. Kalau hanya menunggu perintah Bupati, mereka melanggar fungsi pengawasan yang diatur undang-undang,” kata Tedi dengan tegas.
Ia menilai Pemerintah Daerah memperlihatkan sikap pasif yang justru membuat publik curiga ada upaya mengaburkan masalah. Sementara itu, kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terjadi di tengah APBD defisit memperlihatkan betapa seriusnya kasus ini.
Tedi kemudian mengaitkan kondisi Pangandaran dengan berbagai kerusuhan yang baru-baru ini terjadi di beberapa daerah.
Di Pati, Jawa Tengah, Tedi mencatat bagaimana rencana kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB-P2) hingga 250 persen menyulut unjuk rasa besar-besaran. Massa mencapai 100.000 orang turun ke jalan, menuntut pembatalan kebijakan sekaligus mendesak Bupati mundur. Situasi memanas hingga berujung bentrokan, luka-luka, bahkan pembakaran Kendaraan Dinas.
Tedi menegaskan, kedua peristiwa itu adalah cermin nyata kemarahan Rakyat yang merasa dikhianati oleh pejabat publik.
“Ketika rakyat melihat elit berfoya-foya atau bertindak seenaknya, sementara mereka tercekik ekonomi, amarah itu pasti meledak. Tidak menutup kemungkinan Pangandaran bisa bernasib sama kalau kasus dugaan korupsi tiket wisata ini dibiarkan tanpa penanganan serius,” ujarnya.
Potensi Meledaknya Amarah Rakyat Tedi mengurai persoalan ini dengan merujuk pada teori J-Curve James C. Davies, yang menjelaskan bahwa ledakan sosial biasanya muncul ketika ada jurang antara harapan yang naik dan realitas yang justru menurun.
“Masyarakat Pangandaran berharap pada Pemerintahan yang transparan dan bersih. Tetapi kenyataan yang mereka hadapi adalah APBD defisit, PAD bocor, dan dugaan Korupsi yang dibiarkan menggantung. Kesenjangan ini yang berbahaya,” jelasnya.
Ia juga menyinggung teori legitimasi Politik, bahwa Pemerintah hanya bisa mempertahankan kewibawaannya jika transparan, akuntabel, dan responsif.
“Begitu Inspektorat hanya menjadi perantara tanpa langkah konkret, Rakyat melihat Pemerintah tidak lagi punya legitimasi. Dan kalau Bupati terus lamban, jangan salahkan Rakyat jika akhirnya mereka turun ke jalan,” tambah Tedi.
Desakan Tegas kepada Pemerintah Daerah Dalam pemaparannya, Tedi tidak hanya memperingatkan, tetapi juga mendesak. Ia meminta Pemerintah Daerah segera melakukan audit investigatif untuk membuktikan komitmen mereka dalam menjaga keuangan Daerah.
“Jangan main-main dengan kasus ini. Jangan pura-pura sibuk sementara PAD bocor dan APBD defisit. Ini kasus besar yang menyangkut kepercayaan Rakyat. Kalau Pemerintah terus diam, Pangandaran bisa jadi panggung amarah berikutnya,” tutup Tedi.
Pewarta: Nur Z