• Jelajahi

    Copyright © WARTA INDONESIA NEWS
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Menu Bawah

    Penanganan Kasus Tiket Wisata Pangandaran Mandeg, Jangan Menunggu Konflik Baru Bergerak

    14 Sep 2025, 13:26 WIB Last Updated 2025-09-14T06:26:48Z
    masukkan script iklan disini
    masukkan script iklan disini

     


    PANGANDARAN-Wartaindonesianews. Kasus dugaan Korupsi dalam pengelolaan tiket wisata Pangandaran yang sempat mencuat melalui penangkapan seorang petugas tiket beberapa bulan lalu, kini seolah mandeg tanpa perkembangan berarti.


    Tedi Yusnanda N, Direktur Eksekutif Sarasa Institute yang juga aktif di Forum Diskusi Masyarakat Pangandaran (Fokus Mapan), menilai mandeknya penanganan kasus ini mencerminkan lemahnya keseriusan institusi pemerintahan dan politik daerah dalam menghadapi persoalan krusial. Sabtu, (13/09/2025).


    Menurut Tedi, berbagai langkah yang telah ditempuh Fokus Mapan bersama elemen masyarakat justru berhenti di jalan buntu. 


    “Kami sudah dua kali beraudiensi dengan Kapolres Pangandaran, lalu menemui beberapa pimpinan partai-partai besar seperti Golkar, Gerindra, PKB, dan PKS untuk mendorong terbentuknya Pansus di DPRD. Awalnya mereka lantang berbicara, tapi belakangan suara itu senyap ditelan waktu,” ujarnya.


    Upaya berikutnya, lanjut Tedi, adalah beraudiensi dengan Bupati Pangandaran. Namun, alih-alih mendapat jawaban tegas, pertemuan itu hanya diterima oleh perwakilan dari Inspektorat. “Respons yang muncul sama saja: jalan buntu. Bahkan di DPRD pun kasus ini seperti membentur tembok tebal,” tambahnya.


    Defisit APBD dan “Kabupaten Setengah Sekarat”


    Tedi menegaskan bahwa dugaan korupsi di sektor tiket wisata tidak bisa dipandang sebagai perkara kecil. Pasalnya, kebocoran pendapatan daerah ini berkaitan langsung dengan kondisi defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pangandaran yang sempat dijuluki oleh mantan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, sebagai “kabupaten setengah sekarat”.


    “Kalau kebocoran PAD dibiarkan, berarti Pemerintah Daerah sendiri abai pada kesehatan fiskalnya. Padahal, ketika APBD defisit, dampaknya langsung dirasakan masyarakat: dari pembangunan yang tersendat, pelayanan publik yang menurun, hingga kesejahteraan warga yang semakin jauh dari harapan,” jelas Tedi.


    Belajar dari Kerusuhan Nasional

    Dalam analisisnya, Tedi mengingatkan agar Pemerintah dan DPRD Pangandaran tidak menutup mata pada situasi Nasional yang rentan. 


    “Kita sudah melihat kerusuhan di Jakarta dan beberapa wilayah lain sebagai dampak dari sumbatan komunikasi Politik, lemahnya keadilan hukum, dan kekecewaan publik yang menumpuk,” katanya.


    Ia menilai, apabila lembaga-lembaga di Pangandaran terus mengabaikan aspirasi masyarakat terkait kasus tiket wisata, potensi konflik sosial tidak bisa diabaikan. 


    “Seharusnya kasus ini menjadi momentum pembelajaran. Jangan menunggu konflik baru bergerak. Pemerintah, Aparat Penegak Hukum, dan DPRD harus membuka ruang komunikasi Politik dan bertindak tegas agar kepercayaan publik tidak terkikis habis,” tegasnya.


    Tekanan Publik dan Jalan Panjang Transparansi


    Sejumlah media lokal sebelumnya menyoroti praktik dugaan tiket palsu yang merugikan keuangan daerah, salah satunya laporan Radar Pangandaran (edisi Juli 2025) yang menuliskan adanya indikasi permainan di lapangan yang membuat penerimaan PAD dari sektor wisata jauh dari potensi riilnya. Hal serupa juga diberitakan Pangandarannews.com, yang menyebut kasus ini “hanya direspons sebatas seremonial tanpa tindak lanjut konkret.”


    Tedi Yusnanda menegaskan, Sarasa Institute bersama Fokus Mapan akan terus mengawal kasus ini agar tidak hilang begitu saja dari perhatian publik. 


    “Pangandaran tidak boleh kehilangan momentum untuk berbenah. Jika semua pihak terus bersandiwara, maka kita sedang menyiapkan bara yang suatu saat bisa menyulut api konflik,” pungkasnya.

    Pewarta: Nur Z

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini