Palu, Wartaindonesianews.co.id - 6 September 2025 – Yayasan Masyarakat Madani Indonesia (YAMMI) Sulawesi Tengah mendesak Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah (Polda Sulteng) untuk segera memberikan kejelasan terkait proses penyidikan dugaan pemalsuan dokumen Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) oleh PT Bintang Delapan Wahana (BDW).
Desakan ini tertuang dalam surat permohonan informasi publik yang diajukan YAMMI kepada Polda Sulteng, Jumat (5/9/2025). Permintaan tersebut menyoroti progres penyidikan kasus yang dinilai lamban meski sudah dilaporkan sejak 2023.
Kasus ini bermula dari laporan polisi yang diajukan PT Artha Bumi Mining dengan nomor LP/B/153/VII/2023/SPKT/Polda Sulteng, tertanggal 13 Juli 2023. Laporan itu menyoal dugaan pemalsuan dokumen perizinan, yakni Surat Dirjen Minerba Nomor 1489/30/DBM/2013 tertanggal 3 Oktober 2013 tentang Penyesuaian IUP Operasi Produksi.
“Sudah lebih dari dua tahun kasus ini dilaporkan, namun penanganannya terkesan lambat dan tidak serius,” ujar Direktur Kampanye dan Advokasi YAMMI Sulteng, Africhal Khamane’i, di Palu, Sabtu (6/9/2025).
Berdasarkan informasi yang dihimpun YAMMI, penyidik Polda Sulteng telah menetapkan seorang tersangka berinisial FMI alias F pada 13 Mei 2024. Ia sempat ditahan di Rumah Tahanan Polda Sulteng selama tujuh hari sebelum akhirnya dibebaskan.
Perkembangan selanjutnya, pada 10 Juni 2025, penyidik memanggil manajemen PT BDW, yakni Wakil Direktur Utama Erfindo Chandra. Namun, yang bersangkutan tidak memenuhi panggilan tersebut dan hingga kini belum ada tindak lanjut dari pihak kepolisian.
Dalam suratnya, YAMMI menekankan beberapa hal yang harus dijawab secara transparan oleh Polda Sulteng:
1. Status Penyidikan – kejelasan progres terkini dari penanganan kasus yang sudah berlangsung lebih dari dua tahun.
2. Timeline Penyelesaian – estimasi waktu yang jelas terkait tahapan penyelidikan hingga penyidikan.
3. Pemanggilan Manajemen PT BDW – konfirmasi resmi mengenai mangkirnya Erfindo Chandra dan rencana tindak lanjut, baik pemanggilan ulang maupun upaya paksa sesuai KUHAP.
“Kami mendesak Polda Sulteng untuk menegakkan hukum secara profesional dan memeriksa semua pihak yang diduga terlibat tanpa pandang bulu,” tegas Africhal.
YAMMI menegaskan, kasus dugaan pemalsuan dokumen ini tidak hanya merugikan perusahaan lain, tetapi juga berpotensi merugikan negara dan masyarakat. Oleh karena itu, transparansi aparat penegak hukum menjadi mutlak diperlukan.
Jika permohonan informasi ini tidak segera ditindaklanjuti, YAMMI Sulteng berencana menggelar aksi demonstrasi di depan Mapolda Sulteng.
“Polda Sulteng sejatinya merespons permohonan ini dengan menunjukkan komitmen pada penegakan hukum. Jika tidak, kami siap turun ke jalan untuk menuntut transparansi dan akuntabilitas,” pungkas Africhal, yang juga mantan Ketua HMI Cabang Palu.
Ia juga menyerukan masyarakat Sulawesi Tengah untuk ikut mengawasi jalannya proses hukum ini, demi menjaga keterbukaan dan akuntabilitas dalam pengelolaan sumber daya alam di daerah.
Pewarta: Junaidi AM
