SEMINAR INTERNASIONAL KEBENCANAAN DIGELAR STIMIK TUNAS BANGSA BANJARNEGARA

 


Banjarnegara, wartaindonesianews.co.id --Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen Informatika dan Komputer (STIMIK) Tunas Bangsa menggelar Seminar Internasional “Disaster Awareness” hari ini (26/8) di aula kampus. Hadir nara sumber, peneliti kebencanaan dari Waku Pro Hiroshima University Jepang, Dr FUJIKAWA Yoshinori. 


Kegiatan diawali dengan penandatanganan MoA (memorandum of agreement) terkait kerjasama penelitian dan publikasi riset antara STIMIK dengan Waku Pro. 


Tema yang diusung adalah Peran Internet of Things (IoT) dalam pencegahan dampak bencana. Menurut Ketua STIMIK Tunas Bangsa, Ida Cahyani, MA, seminar tanggap bencana sangatlah diperlukan untuk peningkatan kapasitas mahasiswa dalam pencegahan dampak bencana alam yang sewaktu-waktu bisa terjadi mengingat mereka tinggal di kabupaten yang rawan berbagai bencana termasuk gempa bumi dan tanah longsor.


“Belajar ilmu kebencanaan dari negara maju itu perlu untuk kita yang tinggal di Indonesia; dan Dr FUJIKAWA hari ini bicara banyak mengenai manajemen pengurangan resiko dampak bencana baik dari sisi pribadi/individu, keluarga, masyarakat, dan pemerintah Jepang,” jelas Ida Cahyani.


Menurut Dr FUJIKAWA, internet dan teknologi memang penting untuk mendukung terbangunnya masyarakat yang tanggap bencana; namun demikian kunci pertama dan utama adalah manusianya. 



Mau setinggi apapun teknologi kalau manusianya tidak bisa menggunakan atau menyesuaikan diri dengan teknologi tersebut-maka kekuatan dan kapasitas masing-masing orang dalam menghadapi bencana tidak akan optimal.


Dr Fujikawa lantas menjelaskan bahwa orang atau bangsa Jepang sangat terlatih sejak dini baik sebagai individu maupun anggota keluarga dan anggota masyarakat dalam pengurangan resiko dampak bencana alam—Jepang sangat rentan bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, gunung meletus, dan tanah longsor. 


Sebagai pribadi anak-anak sejak PAUD/TK sudah dibiasakan peka terhadap fenomena alam dan berlatih mengamankan diri dari berbagai bentuk bahaya dan bencana. Pendidikan kebencanaan terus berkelanjutan di SD, SMP, dan SLTA. Generasi Jepang membawa ilmu tanggap bencana ke lingkungan rumah-orang tua dan saudara di keluarga diberi tahu terkait pengetahuan kebencanaan yang diperoleh dari sekolah.


“Jadi ada transfer pengetahuan (knowledge transfer) dari murd-murid ke anggota keluarganya. Budaya sharing pengetahuan terjaga dengan baik di Jepang dan ini sangat penting.” Jelas Dr Fujikawa.


Selain nara sumber dari negeri sakura hadir juga ilmuwan kebencanaan dari Banjanegara yang merupakan anggota kehormatan Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI), Dr Tuswadi. Dr Tus berujar bahwa ketidakmampuan masyarakat dalam mengantisipasi fenomena alam dan fenomena masyarakat akan berakibat terjadinya bencana dengan segala dampaknya.



“Fenomena alam yang bisa menjadi bencana ya banjir, gunung meletus, tanah longsor, tsunami yang acap kali membunuh dan menghancurkan infrastruktur. 


Jika fenomena alam misal banjir terjadi di sungai yang lingkungannya tidak ada pemukiman penduduk itu namanya bukan bencana alam karena tidak berdampak pada manusia. 


Dan yang tidak kalah merugikan dan harus diwaspadai adalah fenomena masyarakat yang tidak terkontrol juga bisa fatal menjadi bencana!” kata Dr Tuswadi.


Dia lantas mencontohkan Pilpres, Pilgub, Pilbub adalah fenomena masyarakat—tetapi jika masyarakat tidak pintar mengantisipasinya dengan jalan memilih calon pemimpin yang benar dan cakap—maka akan menjadi bencana seperti korupsi, kolusi, nepotisme, kemiskinan yang dibiarkan, dan masih banyak lagi.


Seminar kebencanaan STIMIK Tunas Bangsa diikuti oleh mahasiswa semester 2, 4, 6, dan 8. Mereka antosias menyimak paparan kedua nara sumber dan banyak mengajukan pertanyaan. 


Pewarta : Sri Nuraeni 

Editor: Nur S 

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama