PANGANDARAN-Wartaindonesianews. Direktur Eksekutif Saung Aspirasi Sararea (SARASA Institute), Tedi Yusnanda, melaporkan hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terkait dugaan buruknya tata kelola keuangan dan anggaran Pemerintah Kabupaten Pangandaran periode 2022–2024. Berdasarkan laporan audit tersebut, Pemkab Pangandaran diduga berpotensi mengalami kehilangan uang atau kas daerah senilai secara akumulatif sebesar Rp439,47 miliar.
Tedi menjelaskan, temuan tersebut bersumber dari hasil audit BPK yang selama tiga tahun berturut-turut memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) terhadap laporan keuangan Pemkab Pangandaran, yakni sejak tahun anggaran 2022 hingga 2024, pada masa Pemerintahan Bupati Jeje Wiradinata.
“Selama tiga tahun opini BPK tidak berubah. Ini menunjukkan bahwa tidak ada perbaikan mendasar dalam sistem pengelolaan keuangan daerah. Karena itu, kami mendesak Kemendagri untuk segera menindaklanjuti hasil temuan tersebut,” ujar Tedi saat di hubungi via Seluler, Rabu (23/10/2025).
SARASA Institute, meminta Kemendagri bekerja sama dengan instansi terkait, termasuk Kementerian Keuangan dan Sparat Penegak Hukum, untuk memastikan tindak lanjut hasil audit BPK dilakukan secara administratif maupun hukum sesuai ketentuan perundang-undangan.
“Jika dalam hasil audit itu terdapat indikasi tindak Pidana Korupsi, maka Kemendagri harus berkoordinasi dengan Aparat Penegak Hukum agar penanganannya dilakukan secara transparan dan profesional,” tegas Tedi.
Ia juga menyoroti lemahnya komitmen Kepala Daerah, baik pada masa kepemimpinan sebelumnya maupun yang sedang menjabat saat ini, dalam memperbaiki sistem tata kelola keuangan daerah.
“Baik Bupati sebelumnya maupun yang sekarang belum menunjukkan upaya perubahan signifikan. Padahal, predikat WDP yang berulang ini sudah menjadi alarm bagi Pemerintah Daerah untuk segera berbenah,” tambahnya.
Sementara itu menurutnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, mengungkapkan bahwa Pemerintah Pusat akan melakukan pemangkasan dana transfer ke daerah (TKD) secara besar-besaran pada tahun 2026. Langkah ini dilakukan menyusul banyaknya temuan penyaluran dana yang tidak tepat sasaran dan bahkan diselewengkan.
“Alasan utama pemotongan itu karena banyak penyelewengan. Artinya, tidak semua uang yang disalurkan digunakan sebagaimana mestinya, ujar Purbaya dalam kunjungan kerja ke Surabaya, Jawa Timur, Kamis (2/10/2025)". papar Tedi.
"Purbaya juga menyoroti adanya ketidaksesuaian data keuangan antara Pemerintah Daerah dan perbankan Nasional". tambahnya.
“Kalau Bank Indonesia datanya sudah sistemik, dari seluruh Bank di Indonesia. Kalau di Pemda ada selisih hingga Rp18 triliun, berarti ada yang tidak teliti. Itu harus diinvestigasi, ke mana selisih Rp18 triliun itu,” katanya.
Laporan SARASA Institute tersebut menambah desakan publik agar Pemerintah Pusat melalui Kemendagri dan Kemenkeu meninjau kembali kredibilitas pengelolaan keuangan daerah, khususnya di Kabupaten Pangandaran yang selama tiga tahun terakhir gagal memperbaiki kinerjanya dalam tata kelola anggaran publik.
Pewarta: Nur Z
