• Jelajahi

    Copyright © WARTA INDONESIA NEWS
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Menu Bawah

    Ketua PERADI SAI Purwokerto: Somasi Terhadap Wartawan Tidak Boleh Dijadikan Alat Menekan Kerja Jurnalistik

    5 Des 2025, 07:27 WIB Last Updated 2025-12-05T00:27:05Z
    masukkan script iklan disini
    masukkan script iklan disini

     


    *PURWOKERTO, wartaindonesianews.co.id -- Jumat (5/12) - Ketua PERADI SAI Purwokerto, Djoko Susanto, SH*, angkat bicara terkait somasi yang dilayangkan kuasa hukum Teguh Susilo kepada salah satu wartawan media Derap.id. Somasi tersebut berisi tuntutan *take down berita*, permintaan *maaf terbuka di tiga media massa*, serta ancaman langkah hukum dengan menggunakan *Pasal 27 dan 45 Undang-Undang ITE* apabila somasi tidak diindahkan.


    Djoko menegaskan bahwa *somasi adalah hak setiap warga negara*, namun ia mengingatkan bahwa bentuk dan isi somasi *tidak boleh melampaui batas wajar*, apalagi digunakan sebagai alat tekanan terhadap kerja jurnalistik yang sah.


    “Somasi tidak boleh menjadi overclaim yang memaksa wartawan tunduk, apalagi kalau pemberitaannya telah sesuai prosedur dan tidak mengandung unsur penghakiman. Pers bekerja berdasarkan UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik,” tegas Djoko.


    *Berita Tidak Memuat Unsur Penghakiman*

    Djoko yang sudah membaca materi pemberitaan Derap.id mengatakan bahwa berita tersebut telah memuat *informasi yang proporsional*, termasuk *mencantumkan inisial*, menjaga asas praduga tak bersalah, serta mengutip keterangan dari pihak pelapor.


    Ia menilai tidak ada indikasi *trial by media*, fitnah, ataupun pembentukan opini yang menjatuhkan nama seseorang secara sepihak.


    “Berita tersebut masih berada dalam koridor jurnalistik. Tidak ada kalimat yang menghakimi atau menyimpulkan bersalah. Bahasa yang dipakai adalah gaya penulisan standar berita kriminal,” jelasnya.


    *Saran Hak Jawab yang Ditolak*

    Djoko mengungkapkan bahwa ia telah memberikan masukan kepada kuasa hukum pihak yang keberatan atas pemberitaan tersebut.


    “Kami sudah sarankan untuk menggunakan mekanisme hak jawab, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan Pasal 5 UU Pers. Namun masukan itu tidak direspons” ungkapnya.


    Menurutnya, *hak jawab adalah mekanisme yang paling tepat*, cepat, dan sesuai koridor hukum pers ketika seseorang merasa dirugikan oleh pemberitaan.


    “Hak jawab itu wajib dimuat media. Itu mekanisme resmi dan adil. Kalau hak jawab ditolak atau tidak dimuat, barulah ada dasar untuk sengketa pers lebih lanjut melalui Dewan Pers,” tutur Djoko.


    *ITE Tidak Boleh Dipakai Mengkriminalkan Wartawan*

    Djoko juga menyoroti penggunaan *Pasal 27A Jo. Pasal 45 UU ITE* dalam somasi tersebut. Menurutnya, pasal-pasal dalam UU ITE *tidak dapat serta merta diterapkan* terhadap produk jurnalistik.


    *“Produk jurnalistik berada di bawah UU Pers*, bukan UU ITE. Setiap perkara yang terkait pemberitaan harus didahulukan melalui mekanisme di Dewan Pers. Itulah amanat undang-undang dan putusan Mahkamah Agung,” tegasnya.


    Ia menambahkan bahwa kriminalisasi pers dapat mengancam demokrasi dan kebebasan informasi.


    *Djoko: Pers Bekerja untuk Kepentingan Publik*

    Di akhir pernyataannya, Djoko mengingatkan semua pihak bahwa wartawan bekerja untuk *menyampaikan informasi publik*, bukan mencari musuh.


    “Jika ada kekeliruan, ada mekanisme koreksi yang jelas. Tidak semua perbedaan pendapat harus diselesaikan dengan ancaman pidana,” ujarnya.


    Ia berharap kedua belah pihak bisa menempuh penyelesaian yang lebih konstruktif sesuai UU Pers.

    Pewarta: Sokim

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini